
Layaknya sebuah perjalanan, petualangan hidup pun akan ada ujungnya. Kita tak pernah tahu kapan saatnya tiba. Sebagai manusia lemah, kita hanya bisa berserah dan terus berbenah. Meski Tuhan tak pernah menjanjikan sebuah kebahagiaan yang kekal, tapi selalu ada kejutan pada setiap proses yang kita lakukan. Tulisan ini akan menyambut 2015 dengan penuh suka cita dari sedikit cerita sederhana oleh janji-janji Tuhan yang pernah dikabulkan untukku. Sederhana saja. Tuhan, selalu hadir di setiap mimpi untuk memberikan harapan dan kesempatan melalui orang-orang terdekat, orang-orang yang terus memperhatikan kita. Pun Tuhan selalu hadir tanpa simbol-simbol agama dan kepercayaan, tapi dengan nilai-nilai kehidupan yang selama ini ada. Ya, karena sesungguhnya kedatangan Tuhan tak perlu dikawal, dan Ia pun tak ingin disambut. Terimakasih Tuhan, alam raya, dan segala sumberdaya yang selalu hadir menamani proses belajarku.
Beberapa jam yang lalu aku terbangun. Panas matahari masih seperti kemarin pagi. Kicauan burung gereja juga tidak banyak berubah. Hujan? Ah itu karena pengaruh musim saja. Itu artinya, belum ada perubahan yang signifikan dalam pergantian tahun ini. Aku rasa sama seperti datangnya hari senin setelah minggu.
Sedikit perenungan untuk menyambut datangnya tahun 2015. Sebagai mahasiswa ilmu komunikasi, aku merasa semakin kehilangan orientasi. Dulu, jauh sebelum aku mengaji banyak tentang media, menjadi seorang jurnalis adalah sebuah pencapaian besar yang tidak boleh ditentang oleh siapapun, termasuk orangtua. Bahkan, rela menanggalkan jurusan-jurusan sains demi sebuah mimpi yang kini mulai terkikis. Bukan berarti aku kecewa dengan ilmu yang saat ini sedang aku pelajari. Sama sekali tidak. Semakin banyak belajar tentang dunia komunikasi, semakin banyak mengkaji persoalan di dalamnya, semakin tidak ingin pula aku menjadi bagian dari upaya-upaya pembodohan yang dijadikan komoditas utama media saat ini. Bukan berarti media itu buruk. Tapi melihat gerak-gerik media terhadap beragam musibah di penghujung tahun ini, rasanya dosa besar jika harus terlibat jauh di dalamnya. Ah, mungkin wujud inkonsistensiku aja kali ya? 🙂 Tapi aku tak ingin membahasnya teralu jauh di sini.
Biarlah aku terlihat sebagai sosok apatis pada tulisan ini, karna aku hanya ingin mensyukuri tawa yang sebenar-benarnya tawa dari hidup yang sebenar-benarnya hidup selama Tuhan membersamaiku di tahun 2014 lalu. Berbagai kemenangan atas pencapaianku adalah kebanggan yang akan turut menyumbang energi positif untuk petualanganku tahun ini, 2015. Pun, banyak hal tak terduga yang datang sepanjang tahun 2014. Aku akan berjalan mundur, membaca sajak-sajak perjalananku selama satu tahun.
Desember berlalu begitu cepat. Sebuah kebanggaan bisa berproses dan menjadi bagian dari keluarga Yayasan Festival Film Pelajar Jogja. Mas Tommy, adalah orang pertama yang memungutku di yayasan ini. Bertemu dengannya adalah gerbang untuk tahu dan memahami banyak hal serta mengenal banyak orang. Kesederhanaannya memberikan perspektif baru dan menuntut kami (anak-anak pungutnya) untuk menjadi pembeda yang berkarakter.

Anak-anak binaan mas Tommy di FFPJ
Berkat mas Tommy pula, aku mengenal pemuda-pemuda hebat. Pemuda dari penjuru nusantara yang membawa beragam gagasan untuk saling berbagi dengan pemuda lainnya dalam Festival Film Pelajar Jogja. Daya kritis dan inspiratif mereka menyumbangkan rasa optimisme untuk bangsa ini ke depannya. Selain itu, kesempatan untuk membersamai teman-teman dari Perkumpulan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) dan Sindikat Musik Penghuni Bumi (Simponi) juga menjadi penghormatan di penghujung tahun ini. Membersamai orang-orang hebat yang peduli terhadap isu-isu politik-sosial-budaya adalah kesempatan yang seharusnya tidak dilupakan begitu saja. Dari tangan dingin merekalah tercipta lagu-lagu yang merefleksikan keteladanan Bung Hatta.

Bersama Mas Tommy, BHACA dan Simponi
Masih soal Bung Hatta, bulan Mei lalu aku berkesempatan menjadi bagian dari keluarga besar Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan 16. Bangga rasanya bisa menjadi official Delegate Chapter Jogja, menjadi satu di antara 150 pemuda peggerak perubahan, menjadi pemuda terpilih dari 6000an pendaftar dan 1000an orang dengan berkas lengkap. Tentu bukan karena aku berjalan seorang diri. Kesempatan ini datang setelah sebelumnya aku belajar bersama teman-teman Lontara Project dan La Galigo Music Project. Jauh sebelumnya, atas kesempatan besar menjadi partisipan dalam Heritage Camp (HC). Kemudian aku mengenal banyak orang hebat: Mbak Gita, Mas Ahlul, Mas Waskito dan teman-teman HC yang selalu kece. Terimakasih kapada mas Ahlul yang telah membukakan banyak pintu untukku. Semoga lancar studinya di Belanda, Ya! Juga untuk tante Tatty yang tak henti menginspirasi. 🙂

di FIM, buat tanya aja kami harus rebutan
FIM adalah wadah yang diperuntukkan bagi para pemuda nusantara yang memiliki gerakan-gerakan sosial di daerahnya untuk saling berjejaring. Tentu tujuannya untuk menguatkan gerakan yang sedang dilakukan. FIM juga selalu menghadirkan orang-orang besar yang memiliki kepedulian lebih terhadap dunia di sekitarnya. Forum ini juga fokus pada keteladanan-keteladanan Bung Hatta pada masa mudanya. Itulah yang membuat kami selalu meneriakkan jargon “Bung Hatta Teladan Beta” di manapun berada. FIM, membawaku bertemu dengan para praktisi hebat yang memiliki gerakan sosial. Prof. Rhenald Kasali, yang selama ini hanya berkenalan dengan tulisan dan pemikirannya, kami bercakap meski hanya sebentar pada FIM tahun lalu. Banyak tokoh lain yang turut berbagi pengalaman atas gerakan kepeduliannya seperti Anies Baswedan dll. Inspiratif! Semoga darah orang-orang besar itu akan mengalir pada diri ini meski saat ini barulah menjadi secuil upil.

FIM 16 regional Jogja-Malang
Belum habis rasa bangga menjadi bagian dari keluarga besar FIM, di bulan yang sama aku harus mengkampanyekan social project ku dalam Indonesia Youth Forum (IYF) di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Sebuah penghormatan juga dapat lolos dari 1000an pendaftar dan berada di antara 100 penggerak perubahan dari pelosok negeri untuk berbagi dengan 50 putra daerah kabupaten Wakatobi. Suasana haru tak terbendung ketika pertama kali aku tiba di pelabuhan Panggulabelo, Wangi-wangi. Tidak diduga sebelumnya, seorang staf dari kepala Dinas Pekerjaan Umum menjemputku. Dia berlari membawa papan nama yang bertuliskan namaku, dan masuk dari kabin ke kabin. Sambutannya begitu membuat diri ini berasa orang penting saja. Setibanya di pulau Wanci, Kepala Dinas PU yang saat itu menjadi Host Fam sudah menyiapkan penginapan dan segala bentuk perlengkapannya. Lepas dari itu, lima hari di Pulau Wanci, sebuah kesempatan mahal bisa bertemu dengan para CEO dari perusahaan-perusahaan multinational, pemangku kepentingan Kabupaten Wakatobi, dan beberapa deputi dari kemenpora. Petualangan lima hari di di pulau Wanci, tiga hari di Kendari, dan dua hari dengan kapal kayu menyusuri perairan Sulawesi Tenggara memberikan banyak pelajaran.

Awalnya, kami adalah CEO (Chef Everything Officer) dan akhirnya dinobatkan menjadi Duta Pariwisata Wakatobi 2014
Satu-satunya pihak yang sepenuhnya mendukung adalah Biru Peduli, sebuah lembaga non-profit yang sudah membersamai proses belajarku selama lima tahun tarakhir. Bersama Mas Iqbal Wasisto Adi dan Pak Ahmad Yuniarto (CEO Schlumberger), aku dibimbing untuk menjadi pribadi yang jujur dan mandiri. Bersama mereka pula, aku selalu menanam mimpi, harapan, dan kesempatan. Power Wusssssh untuk Biru Peduli.

bersama Adopted-A-Student Biru Pedulli. Rumah kedua bagi kami
Masih tentang Biru Peduli, dua bulan sebelumnya, tepat pada tanggal 15 Maret 2014, aku mendapat kesempatan untuk membersamai salah satu sosok paling dikagumi di negeri ini. sebutlah namanya Pak Ahmad Yuniarto. Beliau adalah pendiri dari Biru Peduli itu sendiri. Dedikasinya untuk negeri sangat tinggi meski namanya tidak selalu didengungkan layaknya artis. Sampai tulisan ini berlenggang di Tumblr., beliau masih CEO Schlumberger. Waktu itu, di sebuah sekolah binaannya di Kabupaten Bantul Yogyakarta, beliau akan mengisi kelas Motivation Day . Lagi-lagi rasa syukur itu harus terlantun. Berkali-kali orang harus mengumpulkan segala berkas dan prasyarat jika akan bertemu beliau di berbagai forum motivasi. Tapi, kali ini aku datang tanpa modal dan mendapat kehormatan untuk membersamai beliau meski hanya setengah hari.

Bersama Pak Ahmad Yuniarto, CEO Schlumberger, dan pendiri Birupeduli
Bersama pak Ahmad pula, aku mendapat kesempatan untuk hadir dalam forum internasional “Looking Beyond Disaster #5” di Fakultas Teknik UGM.

Bukan peserta, hanya diajak foto 🙂
Orang hebat bukan hanya mereka yang berdasi dan duduk di ruang ber-AC. Selama dua bulan, tepatnya Juli-September aku mengikuti tradisi mahasiswa semester 6 yaitu KKN. Waktu itu, kampus memberikan tempat yang sangat eksostis yaitu Gunungkidul. Dengan segala keterbatasan di daerah itu, banyak kesederhanaan yang bernilai.

Pengganti Bapak Ibu selama KKN
Kebahagiaan mereka adalah eksistensi adat tanpa batas. Senang sekali dapat menelanjangi ujung tenggara kota Jogja dengan segala bentuk keangkuhan alamnya. Salam dari ujung selatan kota Jogja, Selamat menelanjangi lintasan petualangan yang baru! Selamat tahun baru, Kawan-kawan! Semoga kita tetap berjabat erat, tanpa melihat peci, mukena, salib, pura, atau vihara ! 🙂 Sugeng Rahayu……

